Peta Situs | Komunitas Tzu Chi | Links  
| Tentang Kami | Berita Tzu Chi | Misi & Visi |Cara Berpartisipasi | Jadwal Kegiatan | Inspirasi | Kantor Penghubung |Kata Perenungan |



Mata Air yang Menakjubkan

Tangki Air Membuat Hidup di Gansu Lebih

Naskah oleh Kuo Pao-ying

Foto oleh Huang Fu-chuan

Diterjemahkan oleh Vinny Kurniawan

 Langit terlihat berkabut, juga keadaan di ladang. Angin yang membawa serta pasir, bertiup melalui dataran tinggi berpasir kuning di Provinsi Gansu, Cina. Tak ada warna hijau yang terlihat. Ada beberapa rumah, tersebar berjauhan di area lembah dan lereng gunung, terlihat sepi dan tidak hidup .

Seorang pria berusia sekitar 40-an, dengan menjinjing 2 ember air yang ditaruh di kedua ujung tongkat di pundaknya, muncul dari dalam kabut. Setelah dilihat lebih dekat, ternyata ember yang dijinjing berisi air setengah penuh ¡V setengahnya lagi telah tumpah selama 3 jam perjalanan dengan kaki.

Chiu Yu-fen, seorang komisaris Tzu Chi asal Shanghai , bertanya pada pria itu dengan penuh rasa ingin tahu, "Bagaimana Anda bisa mandi dengan air yang begitu sedikit?"

"Saya belum pernah mandi seumur hidup."

Chiu sangat terkejut. ¡§Tidakkah Anda mandi saat hendak menikah?¡¨ ia bertanya.

"Tidak."

"Bagaimana dengan istri Anda?"

"Dia juga tidak mandi." Hal ini umum terjadi di desa terpencil di Kabupaten Dongxiang, 4 jam perjalanan dengan mobil dari Lanzhou , ibukota Provinsi Gansu , barat laut Cina. Penduduk lokal hanya mandi 2 kali seumur hidup mereka ¡V saat mereka lahir dan ketika mereka meninggal. Jika ada air yang berlebih di luar kebutuhan pokok mereka, beberapa yang beruntung bisa mandi sebelum pernikahannya. Umumnya, mereka membersihkan diri dengan 3 cangkir air. Cangkir pertama dituang dari atas kepala, untuk membersihkan muka, yang kedua untuk tubuh, dan yang terakhir untuk kaki.

Sungguh sulit dibayangkan betapa keras kehidupan yang mereka jalani. Orang yang hidup di masyarakat modern setidaknya mandi sekali setiap hari, tetapi pria tersebut tidak pernah mandi seumur hidupnya. Ia malah berkata, biasanya ia dan keluarganya hanya membasahi sebuah handuk, dan kemudian menggunakan handuk tersebut untuk membersihkan tubuh mereka. Chiu memandang pria itu dari atas ke bawah dan menduga-duga mengapa ia tidak mencium sedikit pun bau tidak sedap dari badannya .

 

Penduduk Lokal

Melihat lingkungan sekelilingnya, Chiu tidak melihat ada satu jalan pun di dataran tinggi tersebut. Dia bertanya-tanya, bagaimana penduduk lokal bisa tetap berhubungan dengan dunia luar. Dia tiba-tiba merasa sedih ketika menyadari betapa tidak nyaman dan sulitnya kehidupan mereka.

Tahun 1991, Tzu Chi memulai pelaksanaan program kemanusiaan di Cina. Melalui kontak dengan Yen Ming-fu dari Yayasan Amal Cina, Tzu Chi mengetahui bahwa masyarakat di Propinsi Gansu menderita kekeringan yang berkepanjangan dan mereka sangat memerlukan tangki-tangki air untuk menyimpan air hujan yang berharga.

Di Gansu, mereka yang kehidupannya lebih baik, mampu membangun tempat penampungan air pribadi. Keluarga yang kurang mampu, menggali lubang di tanah yang berpasir kekuningan sebagai tempat penampungan, tetapi lubang tanah tersebut hanya mampu bertahan selama 3 tahun sebab pada akhirnya tanah akan menyerap air tersebut. Bagi keluarga yang sangat miskin, mereka sering kali harus menempuh perjalanan selama tiga, tujuh, bahkan sepuluh jam untuk mengambil air. Waktu yang dihabiskan, juga tenaga yang diperlukan sangat banyak. Terlebih lagi, air yang didapatkan dengan cara ini tidaklah murni dan bersih karena sering kali sudah terkontaminasi garam dan mineral. Bahkan hewan pun jarang yang mau minum air tersebut.

Pada tahun 1997, dengan bantuan dari Yayasan Amal Cina, Tzu Chi membangun 300 tangki air di 2 kabupaten, yaitu Huining dan Tongwei. Proyek ini dilakukan oleh relawan Tzu Chi asal Tainan , sebelah selatan Taiwan . Dua tahun kemudian, relawan Tzu Chi asal Shanghai mengambil alih tugas tersebut dan melanjutkan pembangunan lebih banyak tangki air di Kabupaten Dongxiang. Chiu dan beberapa relawan asal Shanghai mengunjungi wilayah tersebut untuk pertama kalinya pada bulan Oktober 1999. Sejak saat itu, dia membentuk ikatan yang tak terputuskan dengan tempat tersebut.

 

Masyarakat Hui di Kabupaten Dongxiang

Penduduk yang menetap di Kabupaten Dongxiang mayoritas merupakan masyarakat Hui, satu di antara beberapa suku minoritas di Cina. Karena masyarakat Hui hanya mampu berkomunikasi dalam bahasa mereka sendiri, juga karena ketidaknyamanan transportasi, mereka terus menjalani kehidupan yang sederhana dan tertutup.

Lin Pi-yu, seorang relawan Tzu Chi yang sudah pernah 4 kali mengunjungi daerah tersebut, mendeskripsikan kesannya, ¡§Kebetulan selalu saat musim dingin ketika kami bisa berkunjung ke sana. Semua yang terlihat hanya hamparan tanah berpasir kekuningan yang tandus dan seolah tak berujung. Tidak ada satu rumput hijau pun yang terlihat. Kawanan domba tidak punya apa pun yang bisa dimakan kecuali batang jagung yang terjemur matahari dan daunnya. Hampir setiap anak memiliki kulit kering di kepalanya dan kulit tubuhnya tertutup jamur kulit. Hanya dengan memandang mereka bisa membuat hatiku terasa perih.¡¨

Meski wilayah ini terbelit kemiskinan ¡V yang khas di tiap ruangan, tembok lumpur ditutup dengan kertas koran dan perabotnya hanya kang (tempat tidur dari bata yang dijemur), pot, dan tempat masak ¡V mayoritas rumah terlihat bersih dan rapi. Di sebuah area dimana angin berpasir selalu bertiup sepanjang waktu, bagaimana caranya membuat taplak meja, penutup tempat tidur dan surban di kepala para pria tetap bersih? Kita hanya mampu mengatakan bahwa hal itu karena ¡¥berkah dari Allah¡¦.

Kebanyakan keluarga di sana beternak 2 atau 3 domba dan menanam kentang untuk kelangsungan hidupnya. Beberapa pria menempuh perjalanan jauh ke Lanzhou untuk mencari pekerjaan, tetapi mereka hanya bisa bekerja di proyek pembangunan karena buta huruf dan hanya mampu berbicara bahasa Hui. Saat mereka mempunyai pekerjaan, mereka berpenghasilan 10 RMB (1,20 dollar AS) sehari. Komunikasi di sana sangat buruk, saat para pria keluar untuk bekerja, para istri tidak tahu kapan mereka akan pulang. Para wanitalah yang harus mengurus segalanya, dari mencari air dan bekerja di ladang, sampai merawat anak.

Lin, yang telah bepergian ke berbagai tempat di penjuru dunia, berkata, ¡§Kehidupan di Gansu sangat keras. Hanya satu di antara 10 keluarga yang mampu membeli makanan yang terbuat dari gandum, lainnya hanya makan kentang.¡¨ Jika mereka bisa punya sayuran hijau untuk dimakan bersama kentang, itu sudah merupakan menu yang baik. Hanya jika kedatangan tamu, penduduk lokal akan menghidangkan mi, jagung tanah, atau roti kukus. Meski kehidupan sangat sulit, penduduk di sana menjalaninya dengan tabah.

 

Sumber Kehidupan

Karena tidak ada air tanah di tanah Gansu yang kering dan tandus, penduduk lokal bergantung pada air hujan, yang dikumpulkan dan disimpan di dalam tangki air dan digunakan seperlunya. Tangki-tangki air tersebut adalah sumber kehidupan masyarakat.

Chiu menceritakan konstruksi yang dibiayai oleh Tzu Chi. ¡§Kami menyediakan bahan-bahan bangunan, termasuk bata, pasir, semen, dan pipa-pipa air. Para keluarga yang diberi tangki air itu melakukan sendiri pekerjaan konstruksinya. Jika hanya ada janda, anak-anak, orang jompo atau orang sakit dalam sebuah keluarga, penduduk yang lain akan membantu dalam proses pembangunannya. Setiap tangki air menelan biaya 1.000 RMB (121 dollar AS) dan mampu bertahan 20 hingga 25 tahun.¡¨

Air hujan yang terkumpul di atap rumah dan di halaman, akan dialirkan melalui kolam penyaring ke dalam sebuah tangki berbentuk botol sebagai tempat penyimpanan. Untuk sebuah keluarga beranggotakan 5 orang, air hujan yang dikumpulkan selama musim hujan ¡V dari bulan Juli hingga September ¡V akan mencukupi kebutuhan hidup mereka selama setengah tahun. Seorang relawan Tzu Chi berkata penuh harap, ¡§Dengan adanya tangki-tangki air ini, penduduk desa bisa menghemat waktu pengambilan air, untuk melakukan pekerjaan lain yang mampu meningkatkan taraf kehidupan mereka.¡¨

 

Peningkatan Taraf Hidup

Dengan adanya tangki-tangki air baru, kelangkaan air yang menjadi sumber masalah masyarakat dan kehidupan lain di Kabupaten Dongxiang berkurang banyak. Peternakan dan industri pertanian pun terstimulasi. Yayasan Amal Cina menyatakan bahwa sejak penduduk desa tidak lagi perlu menempuh perjalanan jauh untuk mendapatkan air, mereka sekarang bisa pergi ke luar untuk bekerja dan memperoleh pendapatan tambahan. Terlebih lagi, karena sebagian besar tangki air dibangun di halaman rumah masing-masing, para penduduk bisa mengembangkan sanitasi yang lebih baik, yang berakibat pada peningkatan level kesehatan mereka.

Jika pembangunan 2.000 tangki air berarti membuat 2.000 atau lebih orang bisa pergi ke luar untuk bekerja dan jika setiap orang yang bekerja mendapatkan penghasilan 2.000 RMB (242 dollar AS) setahun, berarti daerah tersebut berpendapatan 4 juta RMB (483.300 dollar AS) setahun.

Seorang penduduk lokal bernama Ma Mai-cai, yang rumahnya juga direnovasi, berkata, ¡§Sejak Tzu Chi membantu kami membangun tangki air dan menyelesaikan masalah air bersih untuk minum, putra saya sekarang mampu pergi ke luar desa untuk bekerja dan kehidupan kami pun menjadi lebih baik.¡¨

Mengingat hari-hari sebelumnya, ketika Tzu Chi membiayai pembangunan 434 tangki air di desa Beiling dan Gaoshan, di daerah itu hanya terdapat 1.181 hewan peliharaan, terdiri dari 468 keledai dan 713 domba. Setiap keluarga rata-rata hanya memiliki 2 domba untuk sumber pendapatan mereka. Di akhir tahun 2002, jumlah domba yang rata-rata dimiliki setiap keluarga meningkat menjadi 7,6. ¡§Sebelumnya, bahkan manusia pun tidak memiliki air untuk diminum. Bagaimana mungkin kami punya air untuk domba?¡¨ kenang seorang penduduk desa. Karena tangki-tangki air tersebut sangat penting dalam meningkatkan taraf kehidupan mereka, penduduk setempat menyebutnya dengan ¡¥Air Kebahagiaan, Tangki Air Kesejahteraan¡¦.

 

Sekolah Baru

Setiap kali relawan Tzu Chi mengunjungi wilayah tersebut, mereka selalu menjadi pusat perhatian. Suatu kali saat mereka berkunjung lagi, hampir semua anak di desa ¡V sekitar 40 anak ¡V mengikuti kemana pun mereka berjalan. Anak-anak itu, yang pipinya kemerah-merahan karena sengatan udara dingin, tersenyum senang saat menerima permen dari para relawan.

Hari itu bukanlah hari libur sehingga Chiu bertanya pada kepala desa, ¡§Mengapa anak-anak ini tidak bersekolah?¡¨

¡§Jika mereka hendak bersekolah, mereka sudah harus berangkat pukul 3 pagi dan berjalan selama 5 jam untuk mencapai sekolah menengah terdekat,¡¨ jawab kepala desa. ¡§Bahkan anak-anak saya sendiri tidak mau melakukan hal itu.¡¨

Meski anak-anak tersebut tidak mengikuti sekolah formal yang diadakan pemerintah, mereka cukup beruntung bisa belajar di sekolah kecil keagamaan di desa, yang mengajarkan cara membaca Al Qur¡¦an. (Suku Hui, keturunan pedagang Arab dan Persia kuno di Cina mayoritas masyarakatnya muslim).

Lin berjanji pada diri sendiri, ¡§Kita harus mencari cara untuk menolong anak-anak ini.¡¨ Satu-satunya penyesalan dalam hidupnya adalah ia tidak berkesempatan untuk menyelesaikan pendidikan formal secara lengkap semasa muda. Ia yakin bahwa hanya dengan mendapatkan pendidikan yang baik, baru anak-anak tersebut mempunyai harapan untuk masa depan.

Chiu juga mempunyai pandangan yang sama. ¡§Ketika saya di Sekolah Menengah Pertama, kondisi keluarga saya sangat miskin sehingga kami tidak mampu membayar uang sekolah. Ibu saya harus berkeliling meminjam uang untuk menyekolahkan saya. Hal ini membuat saya berikrar: Suatu hari bila saya sudah memiliki kemampuan, saya akan mendukung anak lain yang hendak bersekolah.¡¨

Chiu segera memulai aksi penggalangan dana. Dengan dukungan dari Lin dan banyak relawan Tzu Chi lainnya, mereka berhasil mengumpulkan cukup dana untuk membangun sekolah menengah pertama di wilayah setempat.

Pada bulan Juni 2004, sebidang tanah di desa Cheshuiwan diuruk untuk dijadikan sekolah dasar. Lima bulan kemudian, sekolah telah selesai dan diresmikan bersamaan dengan kelompok tangki air ketujuh yang didanai Tzu Chi. Sekolah baru itu mempunyai 5 kelas, semuanya kelas satu. Hampir 100 anak, umur berkisar antara 7-13 tahun, akhirnya bisa bersekolah. ¡§Jika 100 anak menerima pendidikan, akan ada 100 harapan yang bersemi di tanah ini,¡¨ demikian pikir Lin.

 

Pemeriksaan di Tempat

Untuk menghadiri peresmian kelompok baru yang terdiri dari 519 tangki air di Desa Dongling, Kabupaten Dongxiang, 26 orang relawan Tzu Chi, dipimpin oleh Chiu dan Lin Zong-ming, terbang dari Shanghai ke Lanzhou pada tanggal 19 November 2004.

Dengan dukungan dan tawa dari penduduk lokal, para relawan menyelenggarakan pesta peresmian yang sederhana. Saat siang hari, mereka membagi diri menjadi 6 kelompok untuk memeriksa kualitas konstruksi tangki-tangki air yang baru dibangun, apakah sesuai dengan kualifikasi standar. Seorang komisaris Tzu Chi, Hsu Chuan-chuan berkata, ¡§Kami perlu merasa yakin bahwa tangki-tangki air ini sesuai dengan kebutuhan para penduduk desa dan akan ada cukup air untuk memenuhi kebutuhan mereka. Hal itu yang selalu ada di pikiran kami.¡¨

 

Seluruh perjalanan membutuhkan waktu 4 hari. Karena para relawan harus membiayai perjalanan mereka secara pribadi ¡V berkisar 3.000 RMB (362 dollar AS) per orang ¡V mereka mengatur jadwal yang ketat untuk menghemat biaya. Selain partisipasi dalam pesta peresmian dan memeriksa tangki-tangki air, mereka juga mengunjungi rumah-rumah di sana , untuk melihat apakah ada keluarga yang membutuhkan bantuan Tzu Chi.

Karena wilayah tersebut terletak di tempat yang tinggi ¡V dataran tinggi dengan karakteristik lereng bergelombang ¡V para relawan harus berjalan ke banyak tempat yang tidak bisa ditempuh kendaraan. Udara pegunungan yang tipis dan perumahan yang tersebar berjauhan merupakan tantangan bagi fisik relawan dan mereka sering kali kehabisan nafas saat mendaki dan menuruni perbukitan.

Chiu, ketua kelompok, sangat dikagumi semangatnya oleh para relawan yang lain. Setiap kali mereka mengunjungi Gansu , dia selalu menawarkan diri untuk mengunjungi keluarga yang hidup di tempat terjauh. Dia seolah mempunyai energi yang tidak ada habisnya. Ketika para relawan lain sudah kehabisan nafas saat mendaki tanjakan gunung yang terjal, dia masih tetap bergerak maju dengan langkah tegap tanpa memperlihatkan tanda-tanda kelelahan.

 

Suatu kali, salju yang turun dengan lebat membuat perjalanan di area tersebut semakin sulit. ¡§Saya benar-benar hendak menyerah dan kembali ke rumah saja,¡¨ kenang Lin. ¡§Saya berkata pada diri sendiri bahwa kita bisa selalu datang lagi di lain waktu. Tetapi Chiu memperlihatkan keberanian yang mengagumkan dan terus menyemangati kami. Dia berkata, karena kami sudah berada di sana , kami sebaiknya menyelesaikan misi kami. Jika kami pulang dan kembali lagi di waktu lain, hanya akan menghabiskan lebih banyak waktu dan biaya.¡¨ Mendaki dan menuruni perbukitan yang licin untuk mengunjungi satu demi satu rumah merupakan kerja keras dan kadang-kadang dibutuhkan lebih dari satu jam untuk berjalan dari satu rumah ke rumah lainnya. Tetapi ketika para relawan melihat penduduk desa dan merasakan penghargaan dan antusiasme mereka, semua kesulitan sepanjang perjalanan seolah terlupakan.

Dalam kurun waktu enam tahun terakhir, relawan Tzu Chi telah berulang kali mengunjungi Gansu dan membantu pembangunan lebih dari 3.000 tangki air di wilayah tersebut. Mungkin bisa dibayangkan, keseluruhan proses tersebut pasti melibatkan banyak keringat dan usaha yang terkadang menyakitkan, tetapi para relawan tidak pernah ragu dengan usaha mereka untuk meneruskan proyek ini. ¡§Kami akan terus membangun lebih banyak lagi tangki air bagi yang memerlukannnya,¡¨ kata Chiu dengan tegas.

Apa yang memotivasi mereka sehingga mempunyai daya tahan seperti itu? ¡§Kami semua tersentuh dengan rasa welas asih yang diperlihatkan Master Cheng Yen pada semua makhluk yang hidup

di dunia ini?kata Hsu Chuan-chuan. ¡E

Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia
Telp. (021) - 6016332, Fax. (021) - 6016334
Copyright © 2005 TzuChi.or.id